Penulis: Ahmad Suwandi M.
Pandangan setengah mata seringkali terjadi dalam komunitas kepemudaan. Utamanya perlakuan diskriminatif kepada teman-teman disabilitas. Sejatinya. Sebuah kesalahan besar menghalangi peluang mereka dalam aktif berkomunitas. Setiap dari pemuda termasuk teman-teman disabilat perlu memiliki makna dalam berpartisipasi dalam bentuk apapun.
Walaupun teman-teman disabilitas saat ini sudah banyak yang berkecimpung dan terlibat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, namun masih saja dijumpai warga yang belum paham akan eksistensi teman-teman disabilitas ini. Masih juga dijumpai, teman-teman disabilitas kesulitan mendapatkan akses ke berbagai sektor seperti; pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan hukum maupun politik. Oleh karena itu, sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam memperhatikan teman-teman disabilitas, lahirlah UU No. 8 tahun 2016 mengenai Penyandang Disabiltas. UU ini dengan jelas mengatur kewajiban dan hak yang diperoleh teman-teman disabilitas dalam lingkup kehidupannya.
Salah satu upaya penting yang dapat dilakukan untuk memberikan ruang gerak bagi teman-teman disabilitas agar eksis dalam kehidupan masyarakat adalah dengan mewujudkan Meaningful Inclusive Youth Participation (MIYP). Istilah ini sebenarnya bukan istilah asing bagi negara-negara yang sudah lama mempraktikkan prinsip-prinsip inklusivitas dalam berbagai sektor kehidupan. Namun di Indonesia, istilah ini agaknya masih perlu dibumikan sehingga mampu diwujudkan bagi keadilan sosial untuk seluruh masyarakat. Dengan semakin bertambah dan beragamnya teman-teman disabilitas, lingkungan sosial sudah sewajarnya menyediakan akses yang dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Jenis komunitas yang mengusung inklusif dapat dibangun kapan dan Dimana saja. Kebutuhan untuk memiliki komunitas yang inklusif, bagaimanapun, adalah paling jelas ketika ada keputusan atau insiden yang menyebabkan kerusakan pada sekelompok orang tertentu. Komunitas inklusif dibangun di atas hubungan antara individu dan organisasi di mana semua orang memiliki rasa hormat/respek, mutualitas dan belas kasih. Komunitas Ramah dan Inklusif didasarkan pada gagasan integrasi. Integrasi, berbeda dengan asimilasi, difokuskan untuk memfasilitasi proses anggota baru dari sebuah komunitas, termasuk imigran, pengungsi, orang yang berpindah dari cadangan dan bagian lain dari provinsi atau negara, pengalaman di luar penyelesaian untuk menjadi bagian dari komunitas baru mereka. Konsep-konsep kunci integrasi berikut sangat membantu untuk melihat bagaimana komunitas yang ramah dan inklusif merefleksikan dan melibatkan semua anggotanya (Welcoming & Inclusive Communities Toolkit).
1. Inklusivitas, rasa memiliki, perasaan menerima, membuat akar dan koneksi, rasa memberi dan menerima.
2. Kemampuan untuk berkontribusi kepada komunitas, bebas hambatan, di mana semua orang merasa aman, di mana kepercayaan hadir, dan kesalahan adalah kesempatan belajar.
3. Komunitas mengakui kontribusi.
4. Identitas budaya tetap kuat dan dilihat sebagai aset.
5. Pengalaman dan definisi integrasi bersifat pribadi.
6. Individu tidak lagi membutuhkan program dan layanan khusus yang berbeda dari mainstream.
7. Pendidikan bagi pendatang baru dan anggota masyarakat yang telah terbentuk untuk menjadi komunitas yang ramah: melibatkan sikap, nilai, pola pikir dan mengoreksi persepsi yang salah atau tidak akurat.
8. Memiliki suara yang dianggap serius dalam komunitas di mana seseorang mengidentifikasi sebagai milik dan diakui oleh semua orang sebagai anggota komunitas sejati.
Komunitas Ramah dan Inklusif menawarkan layanan dengan cara yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan semua anggota masyarakat tak terkecuali teman-teman disabilitas. Melalui Meaningful Inclusive Youth Participation (MIYP)menciptakan peluang bagi anggota untuk berbagi suara mereka. Mereka mengembangkan rasa saling menghormati saat mereka berusaha untuk melibatkan orang. Mereka mengakui ketidakadilan di masa lalu dan sekarang, sehingga mereka dapat bergerak maju dengan manfaat dari kekuatan setiap orang.
Scenario yang terjadi tanpa adanya Inklusifitas didalamnya merupakan kondisi ancaman dalam rana kepemudaan. Bagian dari pemuda tidak akan meluas dan memberi peluang untuk teman-teman disabilitas. Sehingga pada akhirnya komunitas yang terbentuk tidak memiliki toleransi dengan pandangan yang luas. Eksklusifitas yang terbentuk menjadi hambatan gerakan pemuda menyentuh dampak yang menyeluruh. Karena tentunya tidak ada kata “kita” tanpa “mereka” terlibat juga.
Refrensi
Ferguson, P.M. & Nusbaum, E. 2012. Disability Studies: What Is It and What Difference Does It Make?. Research & Practice for People with Severe Disabilities, Vol. 37, No. 2, 70-80.
UU no. 8 Tahun 2016
Woodcraft S, T Hackett & L Caistor-Arendar 2011, Design for Social Sustainability: A framework for creating thrivingnew commu- nities, the Young Foundation, London.