Oleh :
I Putu Arya Aditia Utama
Kekerasan seksual adalah fenomena yang saat ini marak terjadi di berbagai golongan usia. Bahkan, mereka yang masih berusia anak-anak sering menjadi korban dari kekerasan seksual. Maraknya kasus kekerasan seksual juga disebabkan oleh perkembangan teknologi dan informasi yang menyebabkan munculnya kekerasan seksual berbasis gender online (KBGO). Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual tidak mengenal tempat, waktu, dan orang karena pada kenyataannya, ruang publik yang kita anggap sebagai ruang yang aman, ternyata menjadi tempat yang rawan akan kekerasan seksual. Begitu juga keluarga terdekat yang kita anggap sebagai rumah, tetapi kenyataannya menjadi aktor yang cukup rentan sebagai pelaku kekerasan seksual.
“Ada satu kebenaran universal, yang berlaku untuk semua negara, budaya, dan komunitas bahwa kekerasan khususnya terhadap perempuan dan anak tidak pernah bisa diterima, dimaafkan, dan ditoleransi”
- Ban Ki-Moon –
Kekerasan seksual bukanlah persoalan eksklusif yang hanya dimiliki oleh sekelompok gender, usia, dan ras tertentu. Kekerasan seksual adalah persoalan universal yang harus dilawan bersama. Semua orang memiliki tanggung jawab yang sama untuk melawan kekerasan seksual. Oleh karena itu, sudah saatnya kamu menjadi seorang active bystander dalam melawan kekerasan seksual. Pada dasarnya, active bystander atau upstander merupakan saksi yang melakukan sesuatu untuk mencoba dan memperbaiki situasi darurat dan berbeda dengan passive bystander adalah saksi yang telah melihat situasi darurat yang buruk terjadi, tetapi memilih untuk mengabaikan situasi atau tidak melakukan apa-apa.
Sudah saatnya semua orang di dunia harus menjadi seorang acitve bystander dalam melawan kekerasan seksual. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh seorang active bystander adalah melakukan bystander intervention yang merupakan tindakan mengenai situasi atau interaksi yang berpotensi membahayakan dan memilih untuk merespons dengan cara yang dapat mempengaruhi situasi secara positif. Dalam konteks pencegahan terhadap kekerasan seksual, terdapat teknik intervensi 5D yang dapat kamu lakukan pada situasi darurat:
- Distract merupakan cara yang cukup efektif dalam mengintervensi peristiwa kekerasan seksual dengan tujuan utama utnuk menginterupsi dan menggagalkan tindakan kekerasan seksual yang terjadi.
- Delegate merupakan cara dengan mencari bantuan dari pihak lain, misalnya mencari pihak yang berwenang maupun pihak lain yang berada dalam peristiwa kekerasan seksual yang terjadi.
- Document merupakan upaya untuk mengamplifikasi situasi dengan cara merekam, mendokumentasikan, serta membagikan peristiwa kekerasan seksual yang terjadi agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan menghukum pelaku.
- Delay adalah teknik yang sangat situasional karena mayoritas kekerasan seksual terjadi secara sangat cepat, tetapi kamu bisa menggunakan teknik delay ketika korban sudah merasasedikit lebih tenang dan memberikan bantuan lebih lanjut.
- Direct adalah melakukan intervensi dengan konfrontasi secara langsung. Namun, teknik ini sangat beresiko baik terdapat diri kamu, orang-orang disekiat, bahkan korban. Oleh karena itu, kamu harus pandai untuk membaca situasi sebelum melakukan intervensi.
Sebagai seorang active bystander, kamu telah berkontribusi dalam perlawanan terhadap kekerasan seksual karena selama ini yang terjadi adalah semua orang diam ketika peristiwa kekerasan seksual terjadi bahkan di hadapan matanya. Dengan demikian, mulailah berani untuk bersuara dan bertindak untuk mencegah kekerasan seksual.